Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Study Rizal Lolombulan Kontu

Politik Komoditas: Perspektif Mazhab Ciputat

Agama | 2025-04-09 23:36:23

Di negeri ini, politik semakin menjauh dari wajah idealnya. Apa yang dulu dibayangkan sebagai ruang mulia untuk memperjuangkan kebaikan bersama, perlahan-lahan bergeser menjadi arena transaksi. Politik kini lebih menyerupai pasar daripada ruang dialektika gagasan. Di sana, ada barang, ada harga, ada tawar-menawar, ada keuntungan, dan tentu saja ada para pembeli dan pedagang kekuasaan. Inilah yang disebut “politik komoditas”.

Politik tak lagi hanya dipahami sebagai panggilan pengabdian, melainkan sebagai peluang investasi. Siapa yang punya modal, dialah yang punya peluang lebih besar untuk membeli tiket kekuasaan. Siapa yang punya jaringan uang dan sumber daya, dialah yang lebih mungkin tampil di panggung.

Maka jangan heran jika hari ini kita menyaksikan betapa masifnya politik uang, mahar politik, jual-beli dukungan, atau kandidat boneka. Semua itu bukan kecelakaan. Semua itu adalah konsekuensi logis dari cara pandang politik sebagai komoditas.

Dalam perspektif Mazhab Ciputat, situasi ini bukan sekadar masalah teknis demokrasi. Ini adalah problem epistemologis — problem cara berpikir. Demokrasi yang lahir dari rahim idealisme justru kini dipelihara dalam rahim materialisme. Politik yang mestinya menjadi alat emansipasi rakyat, justru menjelma menjadi alat perniagaan elite.

Mazhab Ciputat, dengan akar pemikiran kritisnya, melihat politik komoditas sebagai wajah gelap dari proses demokratisasi yang kehilangan orientasi moral dan intelektual. Inilah saat di mana politik tercerabut dari nilai-nilai etis, dan sepenuhnya dikendalikan logika pasar.

Tidak heran jika yang lahir kemudian bukan pemimpin rakyat, tetapi pebisnis kekuasaan. Bukan negarawan, tetapi pedagang pengaruh. Bukan pejuang keadilan, tetapi makelar jabatan.

Dan yang paling tragis, rakyat pun perlahan-lahan ikut dididik untuk bersikap sama: transaksional. Pilihan politik bukan lagi soal gagasan atau integritas, tetapi soal siapa memberi apa. Pemilu tidak lagi menjadi momentum perayaan akal sehat, tetapi lelang harga suara.

Namun, Mazhab Ciputat tidak pernah berhenti pada kritik. Kritik adalah bagian awal dari kesadaran. Politik komoditas memang realitas hari ini — tetapi bukan berarti harus dibiarkan menjadi normalitas.

Mazhab Ciputat selalu percaya bahwa tugas intelektual adalah merawat ruang-ruang kesadaran. Menjaga agar politik tidak sepenuhnya dikuasai logika pasar. Merawat harapan bahwa masih mungkin membangun politik yang berbasis gagasan, nilai, dan keberpihakan pada kepentingan rakyat.

Sebab politik — dalam makna paling aslinya — bukan sekadar perebutan kekuasaan. Politik adalah jalan memperjuangkan kemanusiaan.

Dan Catatan Mazhab Ciputat ini, lahir bukan dari pusat kekuasaan. Ia lahir dari pinggiran. Dari sudut kecil pergulatan pemikiran, dari ruang kritis yang tidak ingin larut dalam kebisingan politik komoditas.

Ia mungkin kecil. Tapi seperti benih, ia menyimpan daya tumbuh.

Dan selama akal sehat belum sepenuhnya mati, selalu ada harapan untuk melawan politik sebagai komoditas, dan mengembalikan politik kepada martabatnya sebagai jalan perjuangan manusia. (srlk)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image